Saturday, March 7, 2009

Nabi Muhammad Saw, Sang Teladan Umat

Bagi umat Islam, Nabi Muhammad Saw merupakan sosok yang ideal dan panutan.
Bersikap dan berperilaku seperti beliau menjadi cita-cita tertinggi setiap umat Muslim. Semua karena akhlak beliau yang mulia.
Suatu ketika, saat Nabi Muhammad Saw dan para sahabat berkumpul di masjid, datanglah seorang laki-laki dari pedesaan. Tiba-tiba ia berdiri dan kemudian buang air kecil di dalam masjid. Mengetahui perbuatan laki-laki itu, para sahabat berteriak, "Di sana, di sana! Jangan kencing di sini!" Tapi, Nabi justru melarang para sahabat berbuat kasar pada laki-laki itu. Beliau mengatakan, "Jangan kalian ganggu, ia sedang buang air kecil."

Setelah laki-laki itu usai membuang hajat, Nabi memanggilnya. Kemudian beliau berkata dengan santun, "Ketahuilah, masjid itu tidak patut untuk dipakai sebagai tempat kencing dan kotoran yang lain, karena masjid adalah tempat untuk mengingat Allah, tempat shalat, dan tempat membaca al-Qur’an."

Kepada para sahabatnya, beliau berkata, "Sesungguhnya kalian diutus untuk membawa kemudahan dan kalian tidak diutus untuk membawa kesulitan. Siram air kencing lelaki itu dengan seember air." Mengetahui sikap Nabi yang santun itu, laki-laki itu kemudian berdoa, "Ya Allah, rahmati aku dan rahmati pula Muhammad, dan jangan rahmati orang lain selain kami." Mendengarnya, Nabi mengatakan, "Kamu telah menyempitkan rahmat yang luas."

Begitulah kebesaran dan kelapangan hati beliau yang tergambar dalam hadis yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Muslim. Beliau juga dikenal oleh para sahabat sebagai pribadi yang menyenangkan. Meski tegas dalam beberapa hal, beliau senang bercanda. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi, suatu saat beliau pernah ditanya oleh seorang perempuan tua, "Ya Utusan Allah, apakah perempuan tua seperti aku layak masuk surga?" Beliau menjawab, "Ya Ummi, sesungguhnya di surga tidak ada perempuan tua."

Mendengar jawaban beliau, perempuan tadi langsung menangis tersedu. Namun kemudian Nabi menenangkannya dengan mengutip firman Allah swt dalam Surah al-Wâqi’ah ayat 35 sampai 37 bahwa di surga nanti, perempuan-perempuan dijadikan perawan dan sebaya umurnya.

Zahir Ibn Haram sahabat beliau dari suku Asyja’ pernah merasakan kedekatan yang sangat dengan Nabi. Suatu hari Zahir sedang berada di pasar. Tiba-tiba seseorang memeluknya dengan kuat dari belakang seraya berteriak, “Siapa yang mau membeli budak saya ini?” Mendengar teriakannya, Zahir langsung bisa menebak siapa orang itu. Ia berhenti memberontak, bahkan merapatkan punggungnya, kemudian mencium tangannya. Hatinya bergembira, lalu ia berkata, “Lihatlah, wahai Rasulullah, ternyata saya tidak laku dijual.” Nabi Muhammad Saw pun menyahut, “Tidak Zahir, di sisi Allah hargamu sangat tinggi.”

Sebagai seorang pemimpin, beliau bukanlah tipe pemimpin yang haus akan sanjungan dan pujian. Beliau justru melarang dan marah besar pada orang-orang yang menghormatinya secara berlebihan. Beliau bersabda, “Barangsiapa yang suka agar orang-orang berdiri menyambutnya, maka bersiaplah dia untuk menempati tempatnya di neraka.” [HR at-Tirmidzi].

Beliau adalah tipe pemimpin yang sangat dekat dengan rakyatnya. Selalu memperhatikan keadaan dan kondisi umatnya. Ibnu Umar ra meriwayatkan: “Rasulullah Saw, sesudah shalat Subuh, beliau menghadapkan tubuhnya pada jamaah kemudian bertanya: ‘Adakah di antara sahabat yang sakit, sehingga saya akan menjenguknya?’ Jika para sahabat menjawab, ‘tidak ada’, Rasulullah Saw bertanya lagi, ‘Adakah di antara kalian yang meninggal sehingga saya akan mengantarnya?’ Jika mereka juga menjawab, ‘tidak ada’, Rasulullah Saw kembali bertanya, ‘Siapa di antara kalian yang memunyai keinginan, maka ceritakanlah kepadaku!’”

Dengan sifat-sifat yang seperti itu, Nabi Muhammad Saw sangat dikagumi. Bahkan di zaman sekarang ini, kekaguman itu tak memudar. Karen Armstrong, seorang penulis dan mantan biarawati Katholik Roma, menulis: “Kita tak pernah mendengar Yesus tertawa, namun sering kita baca tentang Muhammad tersenyum dan menggoda orang-orang yang dekat dengannya. Kita melihatnya bermain-main dengan anak-anak, menghadapi persoalan dengan istri-istrinya, menangis pilu ketika sahabatnya meninggal dunia, dan memamerkan bayi lelakinya seperti semua ayah yang bangga.” Jika kita dapat memandang Muhammad sebagaimana kita memandang tokoh sejarah penting lainnya, pasti kita dapat menganggapnya sebagai salah satu jenius yang dikenal di dunia. [Karen Armstrong, Muhammad Sang Nabi].

Bagaimana Meneladani Nabi Muhammad Saw?
Langkah pertama adalah dengan terlebih dahulu memantapkan hati kita untuk yakin bahwa Nabi Muhammad Saw adalah benar-benar utusan Allah swt. Beliaulah rahmat bagi seluruh alam semesta yang apabila kita mengikuti semua ajarannya, kita akan selamat di dunia maupun di akhirat nanti.

Janganlah kita menjadi seperti orang-orang kafir Quraisy yang buta hatinya, menolak Nabi Muhammad Saw sebagai utusan Allah swt, padahal bukti-bukti kerasulan Nabi Muhammad Saw tampak jelas di hadapannya.

Dalam buku Muhammad, Kisah Hidup Nabi Berdasarkan Sumber Klasik, Martin Lings mengisahkan, pada masa awal Nabi Muhammad Saw diutus, orang-orang Quraisy mengirim utusan ke Yatsrib untuk bertemu rabi Yahudi. Utusan tersebut diperintahkan untuk menanyakan tentang Muhammad. Kemudian rabi Yahudi memberikan tiga pertanyaan untuk diberikan kepada Nabi Muhammad Saw. Jika bisa menjelaskan tiga pertanyaan tersebut, maka Nabi Muhammad Saw benar-benar utusah Allah swt.

Mendapat tiga pertanyaan itu, Nabi Muhammad Saw mengatakan kepada para pemimpin Quraisy, “Esok akan kujelaskan kepada kalian.” Nabi lupa mengucap “insya Allah”.

Ketika keesokan harinya mereka datang kembali, Nabi Muhammad Saw tak bisa memberi jawaban karena beliau belum menerima wahyu untuk pertanyaan-pertanyaan itu. Selama limabelas malam, tak satu pun wahyu turun. Nabi sangat sedih. Lalu Jibrîl membawakan sebuah wahyu yang mengingatkan Nabi yang sedih karena apa yang dikatakan kaumnya dan memberinya jawaban atas tiga pertanyaan tersebut.

Peristiwa itu memberi arti yang sangat besar bagi kaum Muslimin dan Quraisy yang berada dalam keraguan. Sekarang mereka menjadi yakin bahwa Nabi tidak ikut campur soal wahyu dan tak kuasa mengatur kapan turunnya wahyu itu. Pikir mereka, tak masuk akal bagi Nabi untuk menunda wahyu [jika benar beliau yang membuatnya], padahal banyak hal yang dipertaruhkannya. Namun demikian, bagi kaum kafir Quraisy yang bebal, tetap saja peristiwa tersebut tak mengubah pandangan mereka sedikit pun.

Setelah yakin akan kerasulan Nabi Muhammad Saw, kita juga harus yakin bahwa semua perilaku dan sikap Nabi Muhammad Saw tak mustahil kita teladani. Mengapa begitu? Ya, karena Nabi Muhammad Saw adalah manusia seperti kita juga. Dalam al-Qur’an, setidaknya ada dua ayat yang menjelaskan bahwa Nabi Muhammad Saw adalah seorang manusia.

Dalam surah Fushshilat, Allah swt berfirman yang artinya: “Katakanlah: Bahwasanya aku adalah seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku: Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa, maka bersungguh-sungguhlah menuju kepada-Nya dan mohonlah ampun kepada-Nya dan kecelakaan yang besar bagi orang-orang yang mempersekutukan” [QS Fushshilat [41]: 6].

Sedangkan dalam QS al-Kahf Allah swt berfirman: “Katakanlah, ‘Sesungguhnya aku hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku bahwa sesungguhnya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa, maka barang siapa yang mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan dalam beribadah kepada Tuhannya sesuatu pun’” [QS al-Kahf [18]: 110].

Kata basyar dalam kedua ayat di atas digunakan untuk menyebut manusia dengan sifat lahiriahnya. Dalam kedua ayat tersebut, Nabi Muhammad Saw diperintahkan untuk mengatakan bahwa beliau juga seorang manusia yang sama seperti manusia lain di seluruh dunia. « [imam]

Sumber: Alif Magazine

0 comments: