Wednesday, May 20, 2009

Islam dan Kebangkitan Nasional

Sebuah Refleksi Sejarah Kebangkitan Nasional*)

UMAT muslim di Indonesia merupakan penduduk mayoritas dan terbesar di dunia. Sebagai penduduk mayoritas seharusnya dalam menjalani tatanan kehidupan bermasyarakat harus sesuai dengan cita-cita agamanya, yakni suatu kehidupan yang Islami. Namun fenomena yang terjadi di Indonesia sangat kontras dengan harapan dan keinginan Islam, di zaman yang menuntut pola hidup dan pemikiran yang progesif untuk mengimbangi modernisasi budaya barat yang sedang melanda dunia, umat Islam di Indonesia bukannya semakin memperkuat Ukhuwah Islamiyahnya, tetapi menjadi semakin tertutup dan saling mencurigai terhadap kelompok Islam yang lain.

Banyaknya tragedy kemanusiaan (peledakan bom) yang terjadi di Indonesia membuat umat Islam Indonesia semakin termarjinalkan, stigma teroris yang di berikan barat terhadap kalangan kelompok Islam yang ingin menunjukkan symbol-simbol arabisme telah mempengaruhi ke Imanan dan Ukhuwah Islamiyah umat Islam di negeri ini.

Indonesia sebagai penganut agama Islam terbesar didunia sepertinya semakin kebingungan dan merasa tidak percaya diri untuk menunjukkan eksistensinya sebagai kelompok mayoritas. Tanpa kita sadari ternyata budaya "kesadaran naïf" yang ditawarkan oleh barat dengan paradigma hedonisme telah membelenggu kehidupan kita. Apakah kita lupa bahwa pada masa lalu peranan umat Islam untuk membebaskan Indonesia dari belenggu kolonialisme dan imperialisme barat sangatlah besar, pelopor kebangkitan nasional adalah umat Islam. Salah satu tokohnya ialah H.O.S Cokroaminoto dengan Sarekat Islamnya yang pada tahun 1916 di Bandung pada saat kongres Nasional Central Sarekat Islam tersebut, HOS Cokroaminoto memperkenalkan paradigma nasionalisme untuk membela dan membangun Nusantara. Selain itu, beliau mendeklarasikan Pemerintahan sendiri untuk bangsa Indonesia dan tidak mengakui nama Hindia Belanda yang diberikan oleh Belanda untuk nusantara. Sebagai bangsa timur, beliau lebih bangga menyebut Indonesia dengan 'Hindia Timur' Mungkin generasi muda selama ini hanya tahu kebangkitan nasional yang selalu di peringati setiap tanggal 20 Mei dipelopori oleh gerakan Boedi Oetomo. Padahal semenjak lahirnya gerakan Boedi Oetomo pada tanggal 20 Mei 1908 sampai 31 tahun kemudian, organisasi tersebut tidak pernah mau mengakui bahasa melayu sebagai bahasa nasional, gerakan ini sangat eklusif dan tidak mau menerima anggota dari luar Jawa serta menginginkan bahasa Jawa atau Belanda sebagai bahasa nasional. Masalah ini membuat kesal beberapa tokoh pejuang nasional pada waktu itu dan menganggap bahwa gerakan Boedi Oetomo adalah gerakan kebudayaan kejawen tulen yang menafikan peranan pemuda dari luar jawa.

Nuansa jawanisme 5 Oktober tahun itu juga dilangsungkan Konggres Nasional Jawa yang diketuai oleh Wahidin. Konggres memutuskan, mendirikan perkumpulan BUDI UTOMO, seperti yang telah ada di Jakarta dan diketuai oleh R.A.A Tirtokusumo.

Dari refleksi tersebut, apakah masih pantas rakyat Indonesia setiap tahunnya memperingati 20 Mei sebagai hari Kebangkitan Nasional? Bukan maksud penulis untuk memarjinalkan gerakan Boedi Oetomo, tapi sejarah bangsa kita selama masa orde lama telah diedit sedemikian rupa, kemudian diperparah oleh pemerintahan orde baru yang anti terhadap gerakan Islam progesif maupun yang konservatif karena dianggap mengancam pemerintahan.

Untuk menekan berkembangnya gerakan yang bersimbol Islam pemerintahan diktator orde baru mengeluarkan Undang-Undang No 8 Tahun 1985 Tentang Organisasi Kemasyarakatan, dimana diundang-undang semua ormas harus berazaskan Pancasila tidak terkecuali ormas Islam. Semua dilakukan agar umat Islam tidak berusaha untuk muncul kepermukaan dengan nuansa relegius dalam rangka memperjuangkan nasib bangsa ini.

Kembali kemasa lalu, perjuangan H.O.S Cokroaminoto dengan Sarekat Islamnya pada masa kolonialisme mendapat dukungan dari semua kalangan masyarakat, dan banyak organisasi yang berdiri disaat Sarekat Islam masih berjaya berusaha memakai konsep pemikiran maupun simbol Sarekat Islam yang nasionalis, seperti partai nasional Indonesia (PNI) yang di pelopori oleh Soekarno (presiden R.I pertama) pada tanggal 14 juli 1927 yang memakai gambar kepala banteng sebagai lambang PNI, kepala banteng tersebut di pakai oleh PNI atas permintaan Soekarno terhadap H.O.S Cokroaminoto, karena lambang banteng tersebut merupakan salah satu lambang Sarekat Islam. Semenjak PNI memakai lambang kepala banteng, Sarekat Islam tidak lagi memakainya, hal tersebut dilakukan H.O.S Cokroaminoto sebagai bentuk penghargaan terhadap PNI. Pada tahun 1931 Partindo (Partai Kristen Indonesia) meminta izin untuk memakai lambang banteng Sarekat Islam secara utuh, sebagai lambang kebesaran partai tersebut tanpa diubah sedikitpun. Dari sini dapat kita lihat bahwa Banteng sebagai lambang nasionalisme yang di pakai oleh PNI dan Partindo ternyata sudah di pakai oleh Sarekat Islam belasan tahun sebelum lahirnya kedua partai nasionalis tersebut. Kedua parpol tersebut menganggap Sarekat Islam sebagai pelopor pergerakan nasional dalam rangka menuntut kemerdekaan Indonesia dari konolianislme barat.

Di zaman modern ini, seharusnya organisasi Islam yang ada dapat mengikuti jejak Sarekat Islam, bukannya saling menutup diri terhadap organisasi Islam lainnya sehingga ukhuwah Islamiyah hanya menjadi slogan saja. Perlu kita renungkan kembali bahwa kebangkitan nasional untuk melakukan perlawanan terhadap penjajah di masa lalu di pelopori oleh gerakan Islam, sehingga ada istilah penjajahan yang di lakukan oleh konolianislme barat (Belanda) terhadap Indonesia merupakan penjajahan yang di lakukan bangsa kafir terhadap umat Islam. Karena di masa penjajahan tersebut, apabila ada orang Islam yang keluar dari agamanya akan di anggap kawan oleh penjajah dan selalu mendapatkan perlakuan istimewa.

Di era moderenisasi sekarang Islam harus bangkit, sudah saatnya kaum muda Islam Indonesia meluruskan sejarah peranan umat Islam dalam kemerdekaan Indonesia, karena selama bangsa ini dikendalikan oleh pemerintahan rezim orde baru yang berkuasa selama 32 tahun, kelompok Islam dianggap sebagai 'racun' yang dapat menghambat kejayaan rezim tersebut. Oleh karena itu sejarah perjuangan founding father para kemerdekaan dengan simbol-simbol gerakan Islamnya yang menginginkan kebebasan mutlak bangsa ini dari penindasan kaum penjajah dianggap tidak pernah ada. Pemerintahan orde baru berusaha mendoktrin generasi sekarang agar mereka beranggapan bahwa Islam tidak pernah berbuat apa-apa untuk bangsa ini.

Walaupun dalam pelurusan sejarah peranan Islam dalam memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia khususnya 'jihad' dalam menegakkan nasionalisme berkebangsaan, bukan berarti generasi Islam masa kini harus tinggi hati. Sebaliknya masyarakat muslim sekarang harus bisa menjadi HOS Cokroaminoto masa kini. Umat muslim harus bisa menjadi pelopor dalam menjaga kerukunan hidup bermasyarakat yang sangat majemuk.

*) Oleh : Hasan basri
Penulis adalah Kepala Departemen Pengkajian, Penelitian dan Pengembangan SDM PW. IPNU Kalbar.
Sumber: Pontianak Pos dan duniaesai.com

2 comments:

Bagol said...

sori kang nembe mampir, nembe login soale inyong sibuk banget. oiya linke wis tek pasang. salam kenal ya kang, salam nggo keluargane

Sholihin said...

ora papa kang... sante bae.